Chatting


ShoutMix chat widget

Langganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

http://www.fhom.blogspot.com Tahukah, kawan? »»

12 Juli 2009

Tolika, Tembem Bejibun

. 12 Juli 2009

Potongan 1
Tembem Bejibun

Seperti biasa, langit biru indah diatasku, berawan kelabu, sekilas kulihat selaksa kupu-kupu bermain bersama-sama melayang riang membuat tumpukan warna pelangi yang tengah dirundung kabut. Sedikit-sedikit aku berjalan menelusuri setapak sawah bercelah 2. Tak segan kupandang pemandangan indah disebelah timur.
"Amboi, dunia ini saja indah, bagaimana dengan surga?"
Aku berkata padaku sendiri karena memang hanya ada aku di sawah itu.

Kutunggangi roda duaku dan berlalu. Coba kau lihat pemandangan di luar sana, tinggi tinggi bangunan itu telah merusak dunia. Tapi mereka tak peduli, yang penting hanyalah dirinya sendiri. Bahkan mereka tak tahu, mereka belomba membuat neraka dunia!

Tapi ternyata ada juga tempat -tempat nyaman bagi orang-orang tak mampu, kalau saja para pejabat tinggi tau ada surga di daerah petani. Mungkin memang banyak hal positifnya, namun hal negatifnya juga ada.
"Bagaimana kalau mereka malah menambah neraka dengan merusak daerah petani, membangun gedung-gedung, dan sengasaralah para petani, mereka kehilangan tempat mengayuh roda kehidupan."

<<<>>>

Aku tepat berada di depan rumahku. Rasa lapar telah merasukiku, ia ingin menang sendiri, mengelabuhiku untuk segera melahap benda apapun untuk mengisi perut. Tapi tetap saja kuturuti paksaanya.

Di meja makan kudapati adikku juga sedang mengunyah.

"Makan opo we, fal?"
Namanya Naufal. Bertubuh tembem bejibun. Besar untuk umurnya. Sangat getol mengunyah. Ia seperti boneka lucu yang sudah semestinya, ia jadi santapan empuk untuk digoda. Kalau memang sedang cerah mukanya, ia tak akan marah tapi kali ini, baru cubitan pertama, ia langsung teriak
"Aaaaa......"
Aku tersentak, berpikir ia pasti sedang marah.
"Makan opo we, fal?"
"bantal!"
Jelas sekali ia sedang marah dan marahnya menular padaku.
Kucubit adikku dan segera berpaling. Adikku teriak
"Aaaaa......"

Aku menuju dapur dan segera mangambil piring, kuletakkan nasi diatasnya, dan beres! Kembali menuju meja makan. Tapi tak kutemui si tambun bejibun yang sedang marah itu. Ganjarannya: orak arik mengantri memasuki perutku. Tak kusangka aku makan tanpa nasi.
"Hayoo... mas orak-arik'e kok akeh banget, yang lain belum loo!"
Aku tertangkap basah makan orak-arik tak pakai nasi. Sebenarnya tak masalah jika makan orak arik tak pakai nasi, cuma saja adik-adikku nanti akan iri. Aku malu juga.
"Kalau wis akeh nggak boleh ngambil neh loo, sing lain belum"
Padahal saat itu aku sudah mengambil nasi setengah piring.
"Kalau wis terlanjur ambil nasi, ya dimakan nasi tok'e. Salah'e tadi wis makan orak arik"
Adikku tau apa yang ada dipikranku. Aku tetap sabar. Tapi yang jelas jelas membuatku dongkol: ia berdiri disampingku, menungguiku sampai selesai makan nasi setangah piring. Ia bangga bisa membalas perbuatanku tadi.
"Ya Allah, lindungi aku dari si tembem ini"