Berbeda dengan adikku, aku yang bertubuh ranting, selalu saja tak lucu. Adikku memang lima puluh lima puluh. Maksudnya, kadang cerah, kadang mendung, yang juga berperan menjadi badut rumah tangga. Paling lucu jika memakai celana, kami sekeluarga menyebutnya: celana bunny, yang telah beberapa tahun cuci-pakai cuci pakai. Ia layaknya jin-jin dalam film Aladin: perut tumpah ruah, kaki kecil berkepala bundar. Menyenagkan bermain dengannya. Rumah seperti didiami 100 manusia, ramai sekali dan sebaliknya. Itulah naufal, penentu kecerahan keluarga.
Ia begitu berulah dikandangnya. Lain lagi dikandang orang, semakin tak dikenal orang itu semakin diam pula naufal. Sifatnya lima puluh lima puluh. Kesulitan dalam memilih keputusan membuat sifatnya tampak nyata. Dan diperjelas dengan kepolosan yang benar-benar it’s my self.
Satu lagi yang sangat amat tak proporsional dengan pawakannya, penakut. Tubuhnya sedikit gendut. Tapi karena ia semakin tinggi juga, tak tampaklah perut tumpah ruah. Lebih tepat jika dikatakan pas. Namun kesan tubuhnya sirna begitu saja jika berlawanan dengan serangga-serangga kecil. Seketika itu ia menjerit dan berteriak Ibuuuuu........ Entah kenapa menjadi selemah itu. Misal saja:
“Aaaaaaaaa.......”Naufal dikagetkan dengan kehadiran kecoa. Aku yang tengah megutak atik komputer berbalik padanya.
“ Aaaaaaaa........ Ibu........” padahal ibu sedang keluar.
“A..” jeritan berakhir, tapi diganjar tangisan ketika aku telah mendapatinya.
“Mas, mas enek coro”
“Neng endi to?”
“Kuwi loo..!” Naufal menudinginya. Sebenarnya aku tau dimana kecoa itu berdiam diri, tapi niatku menggodanya muncul.
“Neng endi?”
“Kuwi..”Kekuatannya melemah, aih! Aku mendongakkan kepala, tanda tak mengerti.
“Kuwi..”ia mengulangi pertanyaan. Menggelikan ia lucu sekali jika ketakutan. Semakin ia takut semakin senang perasaanku. Jahat sekali!
“Kuwi..”
Akhirnya aku iba, ku suruh ia keluar dan kututup pintu kamar mandi rapat-rapat, kuhibur dia.
19 Juli 2009
Tolika, Tembem Bejibun (2)
Posted by
Blog GABUS
.
19 Juli 2009